Semarang, FAKTIVA.TV – Pemerintah Kota Semarang terus memperkuat langkah menjadikan kebudayaan sebagai kekuatan ekonomi baru. Wali Kota Agustina Wilujeng menegaskan, kegiatan seni dan budaya tidak boleh hanya dilihat sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai ruang hidup bagi ekonomi kreatif warga.
Pernyataan itu disampaikan Agustina saat menutup ajang Lomba Melukis Payung dan Kipas 2025 yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang di Uptown Mall BSB, Minggu (19/10).
“Saya ingin kegiatan seperti ini dibuat rutin dan meluas sampai ke tingkat kecamatan. Bayangkan kalau setiap kecamatan punya festival payungnya sendiri, semua warga bisa ikut terlibat dan memamerkan hasil karyanya,” ujarnya dengan semangat.
Seni yang Menggerakkan Ekonomi
Bagi Agustina, kreativitas warga tidak boleh berhenti di atas kanvas. Ia melihat potensi besar dari kegiatan seni yang dikombinasikan dengan semangat kewirausahaan.
“Kalau masyarakat ikut lomba, otomatis lingkungan jadi bersih, pasar lokal bergerak, UMKM hidup, dan ekonomi berputar. Kegiatan kecil bisa membawa dampak besar,” jelasnya.
Ia optimistis, geliat ekonomi Kota Semarang yang kini menunjukkan tren positif—bahkan diharapkan menembus pertumbuhan 8 persen di akhir tahun—bisa diperkuat dengan kegiatan berbasis komunitas dan budaya.
Agustina juga mengapresiasi partisipasi masyarakat yang menurutnya “gibras”—gerak bersama. “Pemerintah cukup melempar ide, masyarakat langsung tanggap. Itu artinya warga Semarang sudah punya kesadaran kolektif untuk membangun kotanya,” katanya.
Warak Ngendog: Simbol yang Dihidupkan Kembali
Tahun ini, lomba melukis payung dan kipas mengusung tema “Warak Ngendog – Simbol Harmoni Budaya Jawa, Arab, dan Tionghoa.”
Selama dua hari, sekitar 400 peserta dari berbagai kalangan — anak-anak, remaja, hingga seniman profesional — menuangkan kreativitas mereka melalui warna dan motif khas Semarang.
Bagi Agustina, Warak Ngendog bukan sekadar ikon festival, melainkan representasi nyata dari toleransi dan keberagaman yang menjadi napas kota. Ia berharap simbol itu bisa terus diolah menjadi inspirasi ekonomi kreatif, misalnya dalam bentuk suvenir, desain lokal, atau produk seni tematik khas Semarang.
Kreasi yang Memupuk Generasi
Lebih dari sekadar lomba, kegiatan ini juga menjadi ruang perjumpaan antar generasi seniman.
“Saya senang melihat anak-anak dan remaja duduk bersama para pelukis senior. Dari sini muncul semangat belajar dan saling menginspirasi. Tahun depan saya yakin hasilnya akan jauh lebih luar biasa,” tutur Agustina menutup acara.

