faktiva.tv
  • Event
    • Komunitas
    • Hiburan
    • Sosial
  • Hobby
    • Entertainment
    • Musik
    • Sports
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Ekonomi
    • Politik
  • Program
  • Login
No Result
View All Result
  • Event
    • Komunitas
    • Hiburan
    • Sosial
  • Hobby
    • Entertainment
    • Musik
    • Sports
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Ekonomi
    • Politik
  • Program
No Result
View All Result
faktiva.tv
  • Event
  • Hobby
  • News
  • Program

Dari Gudang Kolonial Jadi Rumah Rakyat: Kisah Panjang Pondok Boro Semarang

Dibuat oleh FAKTIVA.TV

kontributor faktiva by kontributor faktiva
October 11, 2025
in Ekonomi, News
0
Tyrurtu6

perkampungan di Kauman, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Jumat (10/10/2025). (Fatah Akrom/KOMPAS.com)(KOMPAS.com/Fatah Akrom)

0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Semarang, FAKTIVA.TV — Di tengah hiruk-pikuk kota Semarang yang terus tumbuh modern, ada sebuah tempat yang tetap bertahan melawan waktu dan perubahan. Namanya Pondok Boro, hunian sederhana yang berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka dan hingga kini menjadi rumah bagi ratusan perantau kecil di kawasan Kauman, Kecamatan Semarang Tengah.

Dengan tarif hanya Rp 4.000 per malam, Pondok Boro menjadi oase bagi mereka yang mencari tempat bernaung murah di tengah keterbatasan lahan dan tingginya harga sewa di perkotaan. Meski bangunannya tampak renta, nilai sosial yang diusungnya masih hidup kuat—sebuah simbol keteguhan masyarakat kecil untuk bertahan di tengah tekanan kota besar.

Sebagian besar penghuninya adalah pedagang asongan, buruh pasar, hingga kuli angkut di kawasan Pasar Johar. Mereka menjadikan Pondok Boro bukan sekadar tempat tidur, melainkan ruang berteduh dari kerasnya realitas urban.

Taryono, penjaga Pondok Boro yang telah mengabdi selama 15 tahun, mengatakan bahwa suasana di tempat itu nyaris tak berubah sejak dulu.

“Sekarang ada sekitar 90 penghuni aktif. Kalau dihitung semua, bisa mencapai 200 orang,” tuturnya.

Lorong-lorong Pondok Boro berisi deretan dipan kayu panjang yang dibagi ke dalam beberapa bilik: bilik tengah, bilik lor, bilik kidul, bilik loteng, dan bilik Sragen. Penghuni menata tempat mereka dengan seadanya—alas spanduk bekas, lemari kayu tua, dan lampu kecil yang menjadi penerang malam. Meski serba sederhana, tempat ini menyediakan kebutuhan dasar seperti kamar mandi umum dan sambungan listrik.

Dari Gudang Kolonial Menjadi Tempat Berteduh Rakyat Kecil

Bangunan Pondok Boro sejatinya merupakan peninggalan era kolonial Belanda. Menurut Taryono, dulunya gedung ini adalah gudang rempah-rempah dan kayu di kawasan pelabuhan Semarang. Seusai kemerdekaan, fungsi bangunan berubah menjadi tempat tinggal bagi para perantau miskin yang tak sanggup menyewa rumah di pusat kota.

“Dulu banyak orang tidur di emperan pasar. Setelah kemerdekaan, bangunan ini dijadikan tempat tinggal bagi mereka yang tak punya tempat,” jelasnya.

Sistem pembayarannya pun dibuat ringan. Penghuni boleh mencicil harian atau mingguan, tergantung kemampuan masing-masing. Uang sewa digunakan untuk membayar listrik dan perawatan bangunan seadanya.

“Kadang cuma bisa tambal sulam tembok. Kalau renovasi besar bisa habis ratusan juta. Tapi ini bukan usaha mencari untung, melainkan bentuk solidaritas sosial,” ujar Taryono.

Kenangan Panjang Penghuni Tertua

Salah satu penghuni tertua, Maryadi (70 tahun), telah tinggal di Pondok Boro sejak lahir sekitar tahun 1955. Ia tumbuh besar di tempat itu, menyaksikan sendiri perubahan wajah Semarang dari masa ke masa.

“Ibu saya dulu jualan di tepi Sungai Koping. Setelah digusur tahun 1985, kami pindah ke depan Pondok Boro, dan saya menetap di sini sampai sekarang,” kenangnya.

Maryadi, yang bekerja sebagai tukang kaca rias, masih ingat betul bagaimana banjir sering menggenangi kamar hingga semata kaki. Namun, baginya, Pondok Boro bukan sekadar tempat tinggal, melainkan saksi perjuangan hidup keluarganya.

“Tidak mewah, tapi di sinilah kami bisa bertahan,” ujarnya lirih.

Previous Post

Setahun Prabowo–Gibran: Reformasi Hukum atau Repetisi Kekuasaan?

Next Post

Razia Dini Hari, Rutan Kudus Pastikan Nol Narkoba dan Handphone Terlarang

kontributor faktiva

kontributor faktiva

Next Post
Fegtege

Razia Dini Hari, Rutan Kudus Pastikan Nol Narkoba dan Handphone Terlarang

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Browse by Category

  • Apps
  • Business
  • Ekonomi
  • Entertainment
  • Event
  • Gadget
  • Hiburan
  • Hobby
  • Internasional
  • Komunitas
  • Mobile
  • Musik
  • Nasional
  • News
  • Politics
  • Politik
  • Program
  • Review
  • Science
  • Sosial
  • Sports
  • Startup
  • Tech
  • Uncategorized
  • World
  • Tentang
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber

© 2025 Faktiva - Supported By Sultan.

No Result
View All Result
  • Event
    • Komunitas
    • Hiburan
    • Sosial
  • Hobby
    • Entertainment
    • Musik
    • Sports
  • News
    • Nasional
    • Internasional
    • Ekonomi
    • Politik
  • Program

© 2025 Faktiva - Supported By Sultan.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Social Chat is free, download and try it now here!