Semarang, FAKTIVA.TV – Perkara dugaan pemerasan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) memasuki babak baru. Sri Maryani, staf administrasi yang terjerat kasus tersebut, divonis sembilan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu (1/10/2025).
Putusan itu dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Djohan Arifin. Dalam amar putusannya, Djohan menyatakan terdakwa terbukti melakukan pemerasan secara berlanjut bersama pihak lain. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan hukuman penjara sembilan bulan. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan,” ucap Djohan di ruang sidang.
Vonis ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman satu tahun enam bulan penjara. Meski begitu, majelis hakim tetap menegaskan bahwa perbuatan terdakwa telah melanggar hukum. Sri Maryani dinilai ikut berperan dalam mengumpulkan iuran ilegal di luar biaya resmi mahasiswa PPDS Anestesi bersama terdakwa lain, Taufiq Eko Nugroho.
Kasus pemerasan di lingkungan akademik ini bermula dari meninggalnya dokter muda Aulia Risma Lestari. Kepergiannya memicu sorotan publik terhadap dugaan praktik perundungan dan pungutan liar yang terjadi dalam program pendidikan dokter spesialis di Undip. Situasi semakin ramai ketika keluarga almarhumah, melalui ibundanya Nuzmatun Malinah, melaporkan dugaan perundungan ke Polda Jawa Tengah.
Kementerian Kesehatan pun turun tangan. Sebagai tindak lanjut, Kemenkes memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan pendidikan PPDS Anestesi di RSUP Dr Kariadi, Semarang. Sementara itu, pihak Fakultas Kedokteran Undip dan manajemen RSUP Kariadi mengakui bahwa memang terjadi praktik perundungan terhadap almarhumah semasa menjalani pendidikan.

