Semarang, FAKTIVA.TV – Dunia pendidikan kedokteran di Universitas Diponegoro (Undip) kembali diguncang kasus serius. Taufik Eko Nugroho, Ketua Program Studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, kini menghadapi tuntutan tiga tahun penjara setelah diduga melakukan praktik pemerasan terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tommy U. Setyawan mengungkapkan, selama lima tahun menjabat (2018–2023), Taufik memungut dana dari para residen dengan dalih biaya operasional pendidikan. Total pungutan mencapai Rp2,4 miliar, dengan rata-rata satu orang residen harus menyetor hingga Rp80 juta.
Praktik tersebut, menurut jaksa, menimbulkan budaya ketakutan. Para residen terpaksa membayar karena khawatir nilai akademik mereka akan dipengaruhi atau dikucilkan dalam proses pembelajaran.
“Seharusnya dosen melindungi mahasiswa, bukan menciptakan atmosfer kekuasaan absolut yang membuat mereka tertekan,” tegas Tommy dalam sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025).
Dalam perkara yang sama, Sri Maryani, staf administrasi prodi, juga ikut diadili. Ia dituntut 1 tahun 6 bulan penjara karena dianggap turut serta dalam pungutan tersebut.
Jaksa menambahkan, Taufik tidak menunjukkan sikap kooperatif karena tidak pernah mengakui perbuatannya. Hal itu memperberat pertimbangan tuntutan.
Majelis hakim yang diketuai Muhammad Djohan Arifin memberi kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menyampaikan pledoi pada sidang berikutnya.
Kasus ini membuka tabir praktik pungutan liar di lingkungan pendidikan spesialis kedokteran, yang selama ini sering menjadi keluhan mahasiswa tetapi jarang masuk ke meja hijau. Publik pun menanti, apakah pengadilan akan memberikan putusan yang bisa menjadi preseden dalam membersihkan dunia akademik dari praktik serupa.