FAKTIVA.TV – Hubungan antara Tiongkok dan Taiwan kembali menjadi sorotan global seiring dengan meningkatnya ketegangan militer dan diplomatik dalam beberapa tahun terakhir. Situasi ini diperparah oleh meningkatnya aktivitas militer Tiongkok di sekitar Selat Taiwan, serta menguatnya hubungan strategis Taiwan dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat (AS).
Tiongkok secara konsisten mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya berdasarkan prinsip “Satu Tiongkok”, yang menyatakan bahwa hanya ada satu pemerintah sah yang mewakili seluruh Tiongkok, termasuk Taiwan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa Taiwan beroperasi sebagai entitas pemerintahan yang terpisah, dengan sistem demokrasi yang mapan, mata uang, paspor, militer, serta parlemen sendiri.
Di bawah kepemimpinan Presiden Tsai Ing-wen, dan kini diteruskan oleh penggantinya Presiden Lai Ching-te yang dilantik pada Mei 2024, Taiwan semakin menegaskan identitas nasionalnya. Presiden Lai, meskipun mengusung pendekatan diplomatik, tetap menunjukkan sikap tegas terhadap tekanan dari Beijing. Ia menolak keras penerapan model “Satu Negara, Dua Sistem” yang diterapkan Tiongkok di Hong Kong, dan memilih untuk menjaga status quo sambil membuka ruang dialog tanpa prasyarat.
Eskalasi Militer dan Diplomatik
Dalam masa kepemimpinannya, Tiongkok terus meningkatkan tekanan melalui jalur militer dan diplomatik. Latihan militer skala besar secara rutin digelar di sekitar Selat Taiwan, dan aktivitas kapal serta pesawat tempur Tiongkok di dekat wilayah udara Taiwan meningkat secara signifikan. Di sisi lain, Beijing juga terus berupaya memblokir partisipasi Taiwan dalam forum-forum internasional, mempersempit ruang gerak diplomatik Taiwan di panggung global.
Sebagai bentuk kesiapan, pemerintah Taiwan menggelar latihan militer Han Kuang 2025, salah satu simulasi pertahanan terbesar yang melibatkan berbagai satuan tempur, termasuk penggunaan 38 unit tank Abrams buatan AS. Latihan ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan pertahanan menghadapi kemungkinan agresi militer dari Tiongkok.
Invasi Militer: Risiko Tinggi bagi Tiongkok
Meskipun Tiongkok memiliki salah satu kekuatan militer terbesar di dunia, dengan lebih dari 2 juta personel aktif, armada laut dan udara yang modern, serta sistem rudal balistik jarak menengah, operasi invasi langsung ke Taiwan dipandang sebagai misi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi.
Selain memiliki sistem pertahanan rudal yang mumpuni, Taiwan juga didukung oleh topografi geografis yang sulit diakses melalui operasi amfibi skala besar. Banyak analis militer menilai bahwa keberhasilan invasi tidak dapat dijamin, terutama jika Taiwan menerima dukungan militer langsung dari AS dan sekutunya.
Peran Amerika Serikat dan Potensi Konflik Global
Meskipun secara resmi AS tidak mengakui Taiwan sebagai negara merdeka, Washington tetap menjadi mitra strategis utama dan pemasok utama persenjataan Taiwan. Keterlibatan militer AS dalam konflik Taiwan dipandang sangat mungkin, apalagi jika serangan langsung terjadi. Negara-negara sekutu seperti Jepang, Australia, dan Filipina juga diperkirakan akan memberikan dukungan logistik maupun militer.
Situasi ini membuka potensi terjadinya konflik berskala regional, bahkan global, di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dunia akibat perang di Ukraina dan ketegangan antara Israel dan Iran.
Dampak Ekonomi Global
Selain ancaman terhadap stabilitas keamanan, serangan terhadap Taiwan juga akan menimbulkan guncangan besar terhadap perekonomian global. Taiwan merupakan pusat industri semikonduktor dunia, dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) sebagai produsen chip terbesar global. Gangguan terhadap produksi TSMC dapat menyebabkan krisis pasokan komponen elektronik, yang akan berdampak luas ke berbagai sektor industri.
Di sisi lain, Tiongkok juga sangat bergantung pada ekspor dan stabilitas perdagangan global. Invasi terhadap Taiwan dipastikan akan memicu sanksi ekonomi besar-besaran dari negara-negara Barat, yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi Tiongkok secara signifikan.
Ancaman Nyata, Namun Invasi Masih Dipertimbangkan
Meski kecil kemungkinan terjadinya invasi besar-besaran dalam waktu dekat, ancaman Tiongkok terhadap Taiwan tetap nyata. Beijing diperkirakan akan melanjutkan pendekatan jangka panjang berupa tekanan militer, ekonomi, dan diplomatik secara bertahap untuk melemahkan posisi Taiwan tanpa harus terjun ke medan perang terbuka.
Bagi komunitas internasional, situasi ini menuntut kehati-hatian dan diplomasi aktif guna mencegah potensi konflik yang bisa mengguncang tatanan global.