KYIV, FAKTIVA.TV — Pemerintah Ukraina menyatakan kekhawatiran mendalam atas keputusan Amerika Serikat yang menangguhkan sementara pengiriman bantuan senjata ke Kyiv. Keputusan itu dinilai bisa membuka peluang bagi Rusia untuk memperpanjang agresi militernya, yang kini telah memasuki tahun keempat sejak invasi besar-besaran dilancarkan pada Februari 2022.
“Setiap penundaan hanya akan mendorong agresor untuk terus melancarkan perang dan teror, bukan mencari perdamaian,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Ukraina yang dirilis Rabu (2/7/2025), dikutip dari BBC.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengaku masih melakukan komunikasi intensif dengan pihak Washington guna meminta kejelasan terkait keputusan tersebut. Meski begitu, Gedung Putih melalui pernyataan resminya telah lebih dulu mengumumkan penghentian sebagian bantuan senjata, menyusul hasil tinjauan internal yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan AS.
Ukraina Protes, Rusia Tersenyum
Sebagai bentuk protes diplomatik, Kementerian Luar Negeri Ukraina memanggil seorang diplomat senior AS di Kyiv untuk meminta penjelasan resmi atas keputusan tersebut. Di sisi lain, Moskwa menyambut baik langkah Amerika itu.
“Semakin sedikit senjata yang dikirim ke Ukraina, maka semakin dekat pula akhir dari operasi militer khusus ini,” ujar Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
Meski begitu, pemerintah Ukraina menegaskan bahwa jalan menuju perdamaian hanya bisa dicapai melalui tekanan internasional yang konsisten terhadap Rusia.
Daftar Senjata yang Ditangguhkan
Mengutip laporan Wall Street Journal yang dikonfirmasi langsung oleh Pentagon, pengiriman senjata yang kini ditangguhkan mencakup lebih dari dua lusin rudal Patriot PAC-3, sistem pertahanan udara Stinger, rudal Hellfire, serta lebih dari 90 rudal AIM untuk jet tempur F-16 Ukraina. Semua persenjataan tersebut sejatinya sudah berada di Polandia dan tinggal menunggu waktu untuk dikirim ke Kyiv.
“Kami memandang langkah ini sebagai keputusan pragmatis dan masuk akal, demi meninjau ulang apa saja yang telah dikirim dan ke mana arah distribusinya,” ujar Sean Parnell, juru bicara Pentagon.
Namun di Washington, keputusan ini justru menuai kecaman dari berbagai pihak. Anggota Kongres dari Partai Republik, Brian Fitzpatrick, menyebut kebijakan ini tidak bisa diterima. Senator Demokrat, Richard Blumenthal, bahkan menyatakan keputusan itu menyesatkan dan mungkin tidak tulus.
Kyiv: Tanpa AS, Pertahanan Kami Terancam
Seorang pejabat militer Ukraina yang dikutip AFP menyatakan bahwa negaranya sangat bergantung pada pasokan senjata dari Amerika Serikat. “Eropa memang terus berusaha, tapi tanpa amunisi dari Amerika, posisi kami akan sangat sulit,” ujarnya.
Situasi di Ukraina hingga kini masih mencekam, dengan serangan udara dari Rusia nyaris terjadi setiap malam di berbagai kota besar.
AS Prioritaskan Kepentingan Nasional
Juru Bicara Gedung Putih, Anna Kelly, menyebutkan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan strategi pertahanan nasional Amerika. “Kami memprioritaskan kepentingan Amerika terlebih dahulu, sambil tetap mempertahankan posisi militer global yang kuat — tanyakan saja pada Iran,” katanya.
Sementara itu, Elbridge Colby, Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan, menegaskan bahwa Pentagon tetap menyediakan berbagai opsi untuk Presiden Donald Trump terkait kelanjutan bantuan ke Ukraina. Namun, katanya, semua kebijakan itu kini sedang dievaluasi dan disesuaikan dengan prioritas nasional.
Trump dan Zelensky Bertemu di KTT NATO
Sebelum keputusan penghentian bantuan diumumkan, Presiden Trump sempat bertemu dengan Zelensky di sela-sela KTT NATO di Belanda. Trump menyatakan masih mempertimbangkan kemungkinan pengiriman tambahan sistem Patriot ke Ukraina.
“Kami memang sempat berdebat, tapi dia (Zelensky) tetap ramah,” ungkap Trump.
Di sisi lain, negara-negara Eropa yang telah menggelontorkan miliaran dolar bantuan militer untuk Ukraina belum semua berani berkomitmen memberikan dukungan jangka panjang. Presiden Ceko, Petr Pavel, yang dikenal sebagai pendukung setia Ukraina, dalam wawancara dengan BBC Rusia menyebut dirinya tidak bisa menjamin dukungan amunisi akan terus berlanjut, sebab hasil pemilu di negara-negara Eropa dapat mengubah arah kebijakan masing-masing.
“Saya tidak tahu apa prioritas pemerintahan berikutnya,” pungkasnya.