Jakarta, FAKTIVA.TV — Ketua DPR RI Puan Maharani angkat bicara menanggapi putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemilihan umum (pemilu) nasional dan pemilu daerah dilaksanakan secara terpisah dengan jeda waktu paling singkat dua tahun dan paling lama dua setengah tahun. Menurut Puan, keputusan tersebut berpotensi bertentangan dengan amanat konstitusi.
“Undang-Undang Dasar 1945 itu sudah sangat jelas mengatur bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Oleh sebab itu, putusan ini harus benar-benar dicermati seluruh partai politik. Kita perlu melihat dampaknya, jangan sampai melenceng dari konstitusi,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, DPR RI melalui fraksi-fraksinya akan segera menggelar pertemuan dengan seluruh partai politik untuk membahas langkah politik bersama menyikapi putusan tersebut. Menurutnya, suara partai-partai akan menjadi representasi rakyat di parlemen.
“Kami akan mengundang semua partai setelah mendengarkan masukan dari pemerintah dan masyarakat. Nanti sikap resmi masing-masing partai akan disampaikan melalui fraksinya di DPR,” jelas Puan.
Wakil Ketua DPR: MK Melanggar Konstitusi
Senada, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan kritik lebih keras. Ia menilai Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi justru telah membuat putusan yang melebihi kewenangannya dan menyalahi konstitusi.
“Konstitusi kita tegas menyatakan pemilu lima tahun sekali. Tapi putusan ini malah menyebut bisa dipisahkan dua sampai dua setengah tahun, ini jelas melanggar. Publik pasti bisa menilai sendiri, jangan sampai lembaga penjaga konstitusi justru melanggar konstitusi,” tegas Wakil Ketua Umum PKB tersebut.
Cucun mengingatkan, pengalaman sebelumnya saat masa transisi jabatan kepala daerah diisi oleh Penjabat (Pj) selama periode panjang terbukti mengganggu jalannya pemerintahan di daerah.
“Yang kemarin itu saja ketika perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan banyak diisi Pj, sudah terbukti bikin sistem pemerintahan di daerah agak terganggu. Jangan sampai ini terulang lagi,” imbuhnya.
Putusan MK dan Dampaknya
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi sebelumnya memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah dipisahkan, dengan alasan efektivitas dan optimalisasi penyelenggaraan pemilu. Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil kepala daerah.
Putusan ini dinilai problematis lantaran bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyebut pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan berkala setiap lima tahun sekali.
DPR Akan Bahas Sikap Politik Bersama
Saat ini, para sekretaris jenderal partai politik diketahui tengah berkoordinasi untuk menyikapi putusan tersebut. Dalam waktu dekat, DPR dijadwalkan menggelar rapat bersama pemerintah dan KPU untuk memetakan potensi risiko pelaksanaan pemilu terpisah, termasuk dampaknya terhadap stabilitas politik nasional, beban anggaran negara, serta potensi kekosongan kepemimpinan daerah yang berkepanjangan.
“Kami berharap ini bisa disikapi secara bijaksana oleh seluruh pihak. Jangan sampai keputusan yang seharusnya untuk kepentingan bangsa malah menimbulkan masalah baru,” pungkas Puan.