Jakarta, FAKTIVA.TV – Wakil Ketua MPR Bambang Wuryanto menyatakan bahwa PDI Perjuangan siap menulis ulang sejarah nasional dari sudut pandang partainya, sebagai respons terhadap inisiatif penulisan ulang sejarah oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon di pemerintahan Prabowo Subianto.
Menurut Bambang, atau yang akrab disapa Bambang Pacul, setiap upaya penulisan sejarah pasti dipengaruhi oleh subjektivitas penulis, sehingga potensi perbedaan pandangan adalah sesuatu yang wajar.
“Soal penulisan sejarah, subjektivitas itu pasti terlibat seratus persen. Siapa pun yang menulis, pasti akan menimbulkan kontra,” ujar Bambang di kompleks parlemen, Senin (16/6). “Maka dari itu, PDIP juga akan menulis ulang sejarah versi kami sendiri.”
Ia menegaskan bahwa partainya tidak mempermasalahkan jika Fadli Zon menulis sejarah dengan pendekatan berbeda. Namun, Bambang menekankan bahwa fakta tetap akan menjadi acuan utama dalam menilai setiap versi sejarah.
“Silakan kalau Pak Fadli mau ambil pendekatan berbeda. Nanti juga akan diadu dengan fakta,” tambahnya.
Bambang juga mengingatkan agar semua pihak tidak merasa paling benar dalam menulis sejarah, mengingat kuatnya pengaruh emosi dan identitas personal dalam budaya Timur.
“Kalau ada yang kritik Bung Karno, sebagai pengagumnya, saya tentu tidak terima. Sama seperti orang yang mencintai pacarnya, pasti tidak ingin pasangannya dihina,” jelasnya.
Ia juga menyinggung bahwa budaya Timur tidak melihat sejarah hanya dari sisi objektif semata, melainkan penuh dengan “bumbu” atau rasa dalam penyajiannya.
Sementara itu, Kementerian Kebudayaan di bawah Fadli Zon tengah menyusun penulisan ulang sejarah Indonesia dengan nuansa positif, yang disebut bertujuan memperkuat persatuan dan menghindari perpecahan.
Namun, langkah ini menuai kontroversi, terutama setelah pernyataan Fadli dalam wawancara “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis soal Revisi Buku Sejarah” di kanal YouTube IDN Times (10 Juni 2025). Dalam wawancara itu, Fadli menyebut tidak ada bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan massal dalam peristiwa 1998—pernyataan yang memicu kritik keras dari berbagai kalangan masyarakat.