FAKTIVA.TV – Jakarta Penyanyi Vidi Aldiano digugat secara perdata oleh pencipta lagu legendaris “Nuansa Bening”, yakni Keenan Nasution dan Rudi Pekerti, ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Gugatan tersebut dilayangkan karena Vidi diduga telah menggunakan lagu tersebut secara komersial tanpa izin selama lebih dari 16 tahun, dengan total tuntutan mencapai Rp24,5 miliar.
Kuasa hukum Keenan Nasution, Minola Sebayang, menjelaskan bahwa gugatan ini bukan terkait royalti semata, melainkan atas dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan Vidi Aldiano sejak merilis dan membawakan lagu “Nuansa Bening” tanpa persetujuan resmi dari penciptanya.
“Ini bukan soal pembagian royalti. Ini soal pelanggaran hukum berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta. Ada dua UU yang kami gunakan, yaitu UU No. 19 Tahun 2002 dan UU No. 28 Tahun 2014,” ujar Minola di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025).
Ia menambahkan bahwa kedua undang-undang tersebut menetapkan sanksi berbeda untuk pelanggaran hak cipta, yakni Rp1 miliar untuk pelanggaran di bawah UU 2002 dan Rp500 juta untuk pelanggaran di bawah UU 2014.
“Dari 31 pelanggaran yang kami ajukan, kami hitung berdasarkan periode waktu dan nilai yang berlaku sesuai undang-undang tersebut. Jadi total gugatan Rp24,5 miliar itu bukan angka asal, tapi kalkulasi hukum yang sah,” jelasnya.
Sidang Sudah Berjalan, Legalitas Masih Diperiksa
Sidang kasus ini telah memasuki tahap kedua. Dalam persidangan, Vidi Aldiano tidak hadir secara langsung dan diwakili oleh kuasa hukumnya dari kantor hukum Hasibuan, salah satunya Sordame Purba.
Namun, sidang belum bisa memasuki pembahasan substansi karena masih terkendala administrasi legalitas dari pihak tergugat.
“Legalitas kuasa hukum dari pihak Vidi Aldiano belum lengkap dan belum terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Minola.
Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan pada 17 Juni 2025 dengan agenda pemeriksaan kelengkapan legalitas kuasa hukum dari pihak tergugat.
Klarifikasi Kuasa Hukum: Bukan Soal Royalti
Minola Sebayang juga menyayangkan adanya kesalahpahaman publik dan media yang menyebut gugatan ini sebagai perkara royalti. Menurutnya, penyampaian informasi yang tidak tepat dapat menyesatkan persepsi publik terhadap substansi kasus.
“Tolong jangan disederhanakan menjadi sekadar sengketa royalti. Ini adalah gugatan atas pelanggaran hukum, pelanggaran hak moral dan ekonomi pencipta lagu. Substansinya jauh lebih dalam dari sekadar tidak bayar royalti,” tegas Minola.
Dengan gugatan yang telah masuk pengadilan dan sidang yang tengah berjalan, kasus ini menjadi sorotan besar publik, terutama dalam konteks perlindungan hak cipta di industri musik Indonesia. Perkara ini juga menjadi pengingat pentingnya izin dan penghargaan terhadap karya cipta, sekalipun telah populer di kalangan masyarakat luas.