Semarang, FAKTIVA.TV – Angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Semarang sepanjang tahun 2025 kembali menjadi sorotan. Tercatat 125 laporan masuk hingga November, menempatkan Kabupaten Semarang di peringkat keempat se-Jawa Tengah untuk kekerasan terhadap perempuan dan peringkat kelima untuk kekerasan pada anak.
Wakil Bupati Semarang, Nur Arifah, menegaskan bahwa penanganan kasus-kasus tersebut kini menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Kabupaten Semarang. Upaya konkret yang sedang dikebut adalah pembentukan Unit Pelaksana Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang direncanakan berlokasi di Kecamatan Ambarawa.
Menurut Arifah, keberadaan UPTD PPA merupakan amanat regulasi, baik dari Peraturan Presiden maupun Permendagri, yang menuntut daerah memiliki layanan khusus untuk menangani kekerasan. Fasilitas tersebut nantinya harus memenuhi standar, mulai dari ruang pelayanan yang memadai hingga kehadiran konselor profesional dalam menangani korban.
“Pembentukan UPTD PPA ini untuk meningkatkan kualitas layanan kami di DP3AKB. Sudah kita jalankan sesuai standar yang ditetapkan. Saat ini saja ada 125 kasus yang sudah dilaporkan,” ujarnya, Kamis (20/11).
Plt Kepala DP3AKB Kabupaten Semarang, Istichomah, menyebut pihaknya telah lama mengharapkan adanya UPTD PPA. Ambarawa dipilih karena lokasinya strategis dan berada di tengah wilayah Kabupaten Semarang, sehingga memudahkan akses masyarakat dari wilayah selatan maupun utara.
Ia menjelaskan, UPTD PPA nantinya akan menangani proses dari awal laporan, pendampingan, hingga pemberian rekomendasi layanan lanjutan. Selama ini, penanganan kasus masih tercampur dengan tugas dinas lain sehingga menghambat efektivitas.
“Rencana ini sudah lama, namun kendala terbesar kami adalah gedung yang representatif. UPTD PPA harus detail dan memenuhi syarat. Lokasi di Ambarawa dinilai paling ideal,” jelasnya.
Istichomah juga mengungkap bahwa banyak kasus yang tercatat di Kabupaten Semarang ternyata dilakukan oleh pelaku dari luar daerah, tetapi peristiwa kekerasan terjadi di wilayah hukum Kabupaten Semarang sehingga otomatis ditangani DP3AKB.
Ia mencontohkan kasus kekerasan yang baru-baru ini muncul di Bandungan, di mana pelaku bukan warga Kabupaten Semarang. Karena lokasinya terjadi di Bandungan, penanganan tetap menjadi tanggung jawab PPA Kabupaten Semarang.
“Sosialisasi terus kami gencarkan melalui kader PKK dan komunitas lainnya. Jika ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, masyarakat harus segera melapor,” tegasnya.

