Jakarta, FAKTIVA.TV — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan seluruh pemerintah daerah untuk tidak terlena meski inflasi nasional masih tergolong terkendali. Ia menegaskan, sejumlah komoditas pangan mulai menunjukkan tren kenaikan harga yang dapat memicu tekanan inflasi menjelang akhir tahun.
“Inflasi kita memang masih dalam batas aman, tapi ada kenaikan di beberapa komoditas utama, terutama pangan. Ini perlu segera diantisipasi,” ujar Tito saat membuka Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Kemendagri, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Inflasi September Naik, Cabai dan Daging Ayam Jadi Biang Keladi
Berdasarkan data yang disampaikan Mendagri, tingkat inflasi nasional pada September 2025 tercatat sebesar 2,65 persen (year-on-year), naik dari 2,31 persen pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, inflasi September terhadap Agustus juga meningkat menjadi 0,21 persen.
Kenaikan tersebut terutama dipicu oleh lonjakan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya. Dua komoditas yang paling berpengaruh adalah cabai merah dan daging ayam ras.
Tito menjelaskan, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, hampir seluruhnya mengalami kenaikan harga cabai merah. “Masalah bukan di produksi, tapi di distribusi. Contohnya di Sumatera Utara, harga cabai naik karena distribusi dari Brastagi tidak lancar,” terangnya.
Solusi: Gerakan Menanam Cabai di Pekarangan
Untuk menekan laju kenaikan harga cabai, Tito mendorong pemerintah daerah menggerakkan masyarakat agar menanam cabai di lingkungan masing-masing. Ia menilai langkah sederhana ini bisa membantu menekan harga di pasar.
“Cabai itu tanaman mudah, bisa tumbuh di polybag, lorong kampung, bahkan pekarangan rumah. Kalau tiap rumah menanam, panennya cepat dan bisa menekan harga,” katanya.
Harga Ayam dan Telur Naik, Daerah Diminta Waspada
Selain cabai, Tito juga menyoroti kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras di sejumlah daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 189 daerah yang mencatat kenaikan harga daging ayam ras, dan 192 daerah mengalami kenaikan harga telur ayam.
Menurut Tito, kenaikan harga ayam terjadi karena penyesuaian harga pokok produksi oleh Kementerian Pertanian untuk melindungi peternak yang menghadapi peningkatan ongkos pakan dan biaya produksi.
“Kenaikan harga boleh saja, tapi jangan berlebihan. Pemerintah daerah harus aktif memantau agar tetap seimbang antara kepentingan peternak dan daya beli masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, data dari Kantor Staf Presiden (KSP) menunjukkan harga daging ayam relatif stabil, meski masih sedikit di atas harga acuan pemerintah. Tito meminta agar kondisi ini terus dipantau agar tidak memicu inflasi pangan baru.
Beras Stabil, Emas Perlu Diwaspadai
Untuk komoditas beras, Tito memastikan stok nasional masih aman. Hanya 59 kabupaten/kota yang mencatat kenaikan harga, sementara sebagian besar wilayah justru mengalami penurunan.
“Alhamdulillah, stok beras nasional cukup. Insya Allah sampai akhir tahun kita tidak perlu impor, karena sedang menuju swasembada,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti potensi kenaikan harga telur ayam ras akibat meningkatnya permintaan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) serta industri rumahan seperti usaha kue dan katering.
Menurut Tito, sumber tekanan inflasi saat ini masih terkonsentrasi pada tiga komoditas utama: cabai merah, daging ayam ras, dan emas. Ia meminta seluruh kepala daerah berkolaborasi dengan kementerian terkait untuk menjaga stabilitas harga.

