Jakarta, FAKTIVA.TV — Genap satu tahun Program Makan Bergizi (MBG) berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo–Gibran, yang menjadi salah satu janji utama mereka saat Pemilu 2024 lalu. Program ini dirancang untuk memperbaiki kualitas gizi siswa di seluruh Indonesia, termasuk wilayah padat seperti Jabodetabek. Namun di balik niat baiknya, pelaksanaan MBG tak luput dari tantangan dan perdebatan di lapangan.
Antusias dan Keluhan di Sekolah
Salah satu sekolah penerima program di tahap awal adalah SDN Lengkong Gudang, Serpong, Tangerang Selatan. Di hari pelaksanaan, ratusan siswa tampak menikmati menu nasi, daging sapi bulgogi, tumis tahu, sayur wortel jagung, dan buah jeruk.
Meski banyak yang senang, sebagian siswa mengeluhkan tekstur daging yang keras.
“Enak sih, tapi dagingnya susah dikunyah,” ujar Afzar, siswa kelas 1B.
Program ini juga mengubah kebiasaan jajan anak-anak. Sejumlah siswa mengaku tak lagi membeli makanan di luar karena sudah kenyang. Untuk menjaga kebersihan dan ramah lingkungan, mereka diwajibkan membawa alat makan sendiri agar sisa makanan bisa dibawa pulang.
Kantin Sekolah Sepi, Pedagang Galau
Namun di sisi lain, para pedagang kantin mulai merasakan dampaknya. Di SDN 01 Bangka Pagi, Jakarta Selatan, beberapa lapak tutup karena dagangan tidak lagi laku.
Yuni (59), penjual nasi goreng, mengaku omzetnya menurun drastis.
“Anak-anak udah kenyang makan gratis pagi-pagi. Sekarang paling beli minum aja,” keluhnya.
Kondisi serupa dialami Sri Herastuti (50), penjual nasi ayam, yang kini lebih berhati-hati membeli bahan baku karena takut rugi. Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin menilai, dampak ini memang tidak bisa dihindari, namun ia percaya pedagang masih punya peluang di jam istirahat berikutnya.
Larangan Program Serupa dan Arah Kebijakan Baru
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan, pemerintah daerah dilarang membuat program serupa MBG. Kebijakan itu merujuk pada arahan Badan Gizi Nasional (BGN) agar tidak terjadi tumpang tindih anggaran.
Sebagai gantinya, Pemprov DKI mengalihkan program sarapan gratis menjadi renovasi kantin sekolah, yang kini akan berfungsi sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Kantin diubah jadi pusat pelayanan gizi, supaya lebih efektif dan terintegrasi,” jelas Kepala BGN, Dadan Hindayana.
Perluasan Dapur Umum di Tangerang Selatan
Di Tangerang Selatan, Dinas Pendidikan mencatat perkembangan signifikan. Kini MBG telah hadir di lima dari tujuh kecamatan.
“Dulu hanya lima sekolah, sekarang sudah ada dua dapur di Serpong, dan di Ciater bisa menjangkau hingga 3.500 penerima manfaat,” ungkap Deden Deni, Kepala Dinas Pendidikan Tangsel.
Meski distribusi berjalan lancar, jumlah dapur masih jauh dari kebutuhan ideal untuk melayani sekitar 300 ribu siswa dari PAUD hingga SMP. Pemerintah daerah kini tengah mencari lahan tambahan dan berkoordinasi dengan BGN untuk mempercepat ekspansi program.
Peluang untuk UMKM dan Masyarakat
BGN juga membuka peluang bagi masyarakat untuk menjadi mitra dapur MBG. Langkah ini diharapkan tak hanya memperluas jangkauan program, tapi juga memberdayakan pelaku usaha kecil agar ikut berperan dalam peningkatan gizi anak-anak Indonesia.

