Jakarta, FAKTIVA.TV — Dunia koperasi Indonesia tengah mengalami perubahan besar. Lembaga yang dulu identik dengan usaha kecil di pedesaan, kini tengah dipersiapkan untuk menjadi pemain penting dalam sektor bisnis berskala besar. Pemerintah menilai, sudah waktunya koperasi naik kelas dan menjadi bagian dari sistem ekonomi nasional yang lebih strategis.
Menteri Koperasi dan UKM, Ferry Juliantono, menyebut langkah ini sebagai upaya membuka cakrawala baru bagi koperasi. Menurutnya, koperasi kini tidak lagi diposisikan sebatas wadah ekonomi rakyat kecil, tetapi diberi peluang untuk mengelola usaha dengan nilai ekonomi tinggi seperti perbankan, industri manufaktur, pelayaran modern, hingga pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
“Koperasi sudah memasuki fase baru. Sekarang koperasi bisa punya bank, bisa punya pabrik, bahkan bisa mengelola tambang modern. Itu semua terbuka lebar,” kata Ferry usai menghadiri acara di Jakarta International Convention Center, Rabu (8/10/2025).
Optimisme tersebut bukan tanpa dasar. Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, yang menjadi payung hukum bagi koperasi untuk mengelola sektor minerba. Regulasi ini menjadi terobosan besar karena untuk pertama kalinya koperasi diakui sebagai pelaku usaha yang berhak mengantongi izin tambang resmi, sejajar dengan korporasi besar.
Dalam aturan tersebut, koperasi dan badan usaha kecil menengah (UKM) dapat memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk mineral logam maupun batu bara dengan luas maksimal 2.500 hektar. Proses perizinan dilakukan secara terintegrasi melalui sistem Online Single Submission (OSS), setelah koperasi dinyatakan lolos verifikasi administratif dan keanggotaan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Beberapa pasal dalam PP 39/2025 menegaskan keistimewaan koperasi. Misalnya, Pasal 26C mengatur mekanisme verifikasi koperasi sebagai dasar pemberian prioritas, sementara Pasal 26E dan 26F memberikan hak prioritas kepada koperasi dan UKM dalam memperoleh WIUP, dengan ketentuan batas luasan maksimal 2.500 hektar.
Ferry menegaskan bahwa langkah ini bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi juga bentuk kepercayaan negara terhadap kekuatan ekonomi berbasis kebersamaan. “Ini bukan soal tambang semata, tapi soal prinsip keadilan ekonomi. Koperasi sekarang diberi kesempatan yang sama dengan perusahaan besar, dan kita akan buktikan bahwa koperasi mampu bersaing,” ujarnya tegas.
Dengan adanya aturan baru ini, pemerintah berharap koperasi tidak lagi terjebak dalam stigma sebagai usaha kecil dan tradisional. Sebaliknya, koperasi diharapkan mampu menjadi kekuatan baru dalam industri nasional—mengelola sumber daya, membuka lapangan kerja, serta menghadirkan keuntungan ekonomi bagi anggota dan masyarakat luas.

