Semarang, FAKTIVA.TV – Lima mahasiswa peserta aksi May Day di Semarang, Jawa Tengah, menghadapi tuntutan tiga bulan penjara. Namun, kuasa hukum mereka menilai dakwaan tersebut tidak adil dan terlalu memberatkan.
Menurut pengacara Kahar Muamalsyah, dasar tuntutan yang menggunakan Pasal 216 KUHP dianggap lemah. Ia menjelaskan, imbauan aparat yang disebut jaksa tidak pernah terdengar jelas oleh massa karena hanya menggunakan pengeras suara kecil. “Bagaimana bisa disebut menolak perintah, kalau perintahnya saja tidak terdengar?” ujar Kahar, Rabu (1/10/2025).
Kahar menambahkan, kondisi saat itu memang ricuh akibat aksi buruh sebelumnya sehingga suasana semakin panas. Karena itu, menurutnya, tidak tepat bila jaksa menyebut ada perlawanan mahasiswa terhadap petugas. Beberapa saksi yang dihadirkan di persidangan juga mengaku tidak mendengar imbauan aparat.
Meski begitu, Jaksa Penuntut Umum Supinto Priyono tetap menuntut kelima terdakwa—Kemal Maulana, Akmal Sajid, Afta Dhiaulhaq Al-Fahis, Afrizal Nor Hysam, dan Mohamad Jovan Rizaldi—masing-masing tiga bulan penjara. Jaksa juga menyebutkan barang bukti berupa tanaman yang rusak serta pakaian para terdakwa.
Supinto menegaskan bahwa tindakan para mahasiswa termasuk melawan petugas, meski ia juga mengakui ada hal yang meringankan, yaitu kerugian yang ditimbulkan sudah diganti oleh para terdakwa. Sebelumnya, mahasiswa sempat dijerat dengan Pasal 170 dan 214 KUHP, namun kini tuntutan hanya mengacu pada Pasal 216 KUHP.

