Semarang, FAKTIVA.TV – Gelombang aksi massa di depan Mapolda Jawa Tengah berakhir ricuh dan berbuntut panjang. Polisi mengamankan ratusan orang yang terlibat, mayoritas berusia remaja. Dari hasil pemeriksaan, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka, terdiri dari enam anak dan satu dewasa.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menjelaskan bahwa para tersangka diduga melakukan tindak pidana perusakan dan pelemparan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas. “Tujuh orang ini tertangkap tangan beserta barang bukti. Proses hukumnya akan dilanjutkan ke pengadilan,” tegasnya, Minggu (31/8/2025).
Sementara itu, sebanyak 327 orang yang sempat ditahan langsung dipulangkan setelah dipanggilkan orang tua mereka serta diberi pembinaan. Namun, mereka diwajibkan melapor ke Ditreskrimum Polda Jateng dua kali dalam sepekan. Polisi mengungkap sebagian besar dari mereka masih berstatus pelajar, bahkan ada yang baru berusia 13 tahun.
Tak berhenti di situ, dini hari berikutnya polisi kembali mengamankan 39 orang lain yang diduga melakukan penyerangan ke Mapolda Jateng. Mereka disebut merusak pos jaga dan melakukan pelemparan batu. “Semua sedang dalam pendataan dan pemeriksaan. Bila bukti cukup, akan dilakukan penahanan,” jelas Artanto.
Di sisi lain, Tim Hukum Suara Aksi menilai proses penangkapan tersebut menyisakan banyak masalah. Mereka mengaku menemukan adanya salah tangkap, dugaan kekerasan terhadap massa, hingga kasus seorang anak tunarungu yang diamankan tanpa didampingi juru bahasa isyarat. “Banyak anak-anak yang trauma, bahkan ada penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan pendampingan layak,” kata anggota tim hukum, Nia Lishayati.
Menanggapi hal itu, Polda Jateng menegaskan semua tindakan dilakukan sesuai prosedur. Artanto menilai klaim “tidak berbuat apa-apa” dari massa hanya alasan klasik untuk menghindari jerat hukum.
Proses hukum kini berfokus pada tujuh tersangka utama, sementara puluhan lainnya masih dalam pemeriksaan. Polisi berharap kejadian serupa tidak terulang dan mengimbau masyarakat, terutama pelajar, agar tidak mudah terprovokasi ajakan di media sosial.