Jakarta, FAKTIVA.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi terkait pembagian kuota haji khusus dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Hari ini, Kamis (7/8/2025), mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dijadwalkan hadir memenuhi undangan KPK untuk memberikan keterangan dalam proses penyelidikan yang telah berjalan selama dua pekan terakhir.
Pemanggilan ini merupakan bagian dari upaya KPK mengusut dugaan penyalahgunaan kuota tambahan haji yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa lembaganya menyoroti adanya pembagian kuota yang menyimpang dari aturan yang berlaku.
“Di undang-undang sudah jelas diatur bahwa 92 persen untuk haji reguler dan delapan persen untuk haji khusus. Tapi kenapa dalam realisasinya bisa menjadi 50:50?” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (6/8/2025).
KPK Selidiki Aliran Dana dan Rantai Perintah
Menurut Asep, KPK tengah mendalami lebih jauh mengenai siapa yang memberikan perintah, bagaimana prosesnya berlangsung, dan ke mana aliran dana dari pembagian kuota yang diduga tidak sesuai proporsi tersebut. Ia menekankan pentingnya kehadiran Yaqut dalam memberikan kejelasan atas dasar kebijakan tersebut.
“Kami berharap yang bersangkutan hadir dan menjelaskan secara gamblang. Jika ada diskresi atau perintah khusus, sampaikan saja. Supaya terang benderang,” tegasnya.
Kasus Tidak Hanya Terjadi di Tahun 2024
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa dugaan korupsi kuota haji khusus tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan haji tahun 2024. Ia menyebut bahwa indikasi penyimpangan juga ditemukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Namun, fokus utama penyelidikan saat ini adalah alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2024. Dari jumlah tersebut, Kementerian Agama diketahui membaginya secara merata, yaitu 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian itu dianggap menyalahi Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang secara eksplisit mengatur bahwa kuota haji terdiri dari 92 persen jemaah reguler dan hanya delapan persen untuk jemaah haji khusus.
Menanti Klarifikasi dan Langkah Hukum Selanjutnya
Publik kini menantikan hasil dari proses klarifikasi yang akan diberikan oleh Yaqut. Apakah ada justifikasi kebijakan tertentu, diskresi berdasarkan kondisi darurat, atau justru praktik penyimpangan yang melibatkan aliran dana dan kepentingan tertentu di balik pembagian kuota haji.
KPK menegaskan akan bertindak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan hukum, serta mengutamakan transparansi dalam penanganan perkara ini, mengingat sensitivitas isu haji yang melibatkan jutaan umat Muslim Indonesia.